Indonesia menguasai 30 persen dari cadangan dan sumber daya nikel dunia. Jumlahnya diperkirakan mencapai 21 miliar ton. Material komponen baterai penting lain, seperti alumunium, tembaga, mangan, hingga cobalt juga terhampar di Tanah Air. Hal itu diungkap Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (electric vehicle/EV battery) Agus Tjahajana Wirakusumah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 1 Februari.
Berdasar pemetaan Badan Geologi, yang dikutip laman Kementerian ESDM, pada Juli 2020 Indonesia punya sumber daya bijih nikel sebesar 11887 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam di Indonesia mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Cadangan logam itu termasuk nikel, yang terhampar luas di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Tak mau menyia-nyiakan anugerah tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat Perpres no 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Komisaris utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Agus Tjahajana Wirakusumah menjelaskan, ada dua tim khusus yang dibentuk untuk memanifestasikan program percepatan mobil listrik. Pertama, tim yang khusus mengembangkan industri mobil listrik. Tim ini dipimpin Menteri Kordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Tim kedua adalah yang ia pimpin: tim percepatan proyek baterai kendaraan listrik.
"Soal Perpres 55 itu ada dua tim yang dibentuk presiden untuk memercepat jumlah kendaraan listrik. Kalau mobil itu dipimpin Pak Luhut. Jadi beda. Tim saya itu untuk baterainya saja," kata Agus.
Melihat potensi bahan baku baterai yang melimpah, Agus dan timnya berambisi untuk dapat memproduksi baterai mobil listrik dalam beberapa tahun ke depan. Nantinya baterai mobil listrik akan dibuat untuk memenuhi pasar mobil listrik lokal maupun ekspor.
"Mau dipakai lokal, bisa juga diekspor. Karena memang untuk membuat baterai kendaraan itu perlu jumlah yang besar," kata Agus.
Agus menjelaskan tim yang dibentuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir ini bakal lebih fokus memproduksi baterai untuk diekspor. "Pasar di kita kan belum banyak, jadi mau enggak mau harus ekspor," ujarnya.
Langkah awal tim Agus yang dikomandoi Erick adalah membuat konsorsium yang mengolaborasikan tiga perusahaan pelat merah. Ketiga perusahaan itu adalah PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Inalum sendiri.
"Langkah awal kita akan membuat konsorsium. Dari situ nanti kita akan bekerja sama dengan mitra investor," kata Agus.
Dari regulasinya, Agus mengatakan telah meminta bantuan pemerintah untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih aman. "Return-nya jadi lebih secure."
Pakar otomotif, Bebin Djuana menilai Indonesia bisa jadi negara hebat bila berhasil membangun pusat produksi baterai mobil listrik. "Seluruh dunia tergantung sama Indonesia. Prediksi saya Indonesia akan jadi tiga besarlah," kata bebin.
Saat ini dunia memang sedang berlomba mengembangkan teknologi baterai sebagai komponen vital mobil listrik. Para pemain industri ini sedang mencari solusi untuk dua masalah utama mobil listrik: kapasitas baterai untuk jarak tempuh lebih jauh dan kecepatan pengecasan.
Bebin menjelaskan saat ini para insinyur tengah berusaha menaikkan rata-rata jarak tempuh motor listrik dari 100 - 200 kilometer menjadi 200 kilometer. "Tentunya dengan besaran aki yang memungkinkan untuk dibawa."
Dalam hal kecepatan mengisi daya, untuk mencapai 80 persen baterai paling cepat ada yang sampai 45 menit hingga 30 menit. "Untuk 100 persen tentu lebih panjang lagi. Itu yang sekarang sedang dikembangkan menjadi lebih cepat."
Belakangan ini salah satu teknologi yang santer terdengar untuk mengatasi kedua masalah tersebut adalah pemanfaatan superkapasitor. Salah satu yang tengah mengembangkan teknologi ini adalah perusahaan mobil sport, Lamborghini. Apa itu superkapasitor?
Superkapasitor adalah alat penyimpanan energi yang telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, termasuk kendaraan listrik. Teguh Ariyanto dkk, dalam tulisan yang diterbitkan jurnal Reaktor Universitas Diponegoro menjelaskan superkapasitor punya kelebihan dibanding dengan alat penyimpanan energi lain semacam baterai.
Dari segi teknis, superkapasitor memiliki jumlah siklus yang relatif banyak (> 100.000 siklus). Artinya superkapasitor akan lebih awet ketika dilakukan pengecasan ulang. Selain itu superkapasitor juga memiliki kerapatan energi yang tinggi, kemampuan menyimpan energi yang besar, prinsip yang sederhana dan konstruksi yang mudah.
Lalu dari sisi keramahan terhadap pengguna, superkapasitor juga dapat meningkatkan keamanan. Sebab, tidak ada bahan korosif dan lebih sedikit bahan yang beracun.
Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana jika teknologi superkapasitor ini berhasil dikembangkan dan diproduksi massal, akankah mengancam singgasana Indonesia yang digadang-gadang akan merajai industri baterai listrik? Jawabannya tidak.
Indonesia menguasai 30 persen dari cadangan dan sumber daya nikel dunia. Jumlahnya diperkirakan mencapai 21 miliar ton. Material komponen baterai penting lain, seperti alumunium, tembaga, mangan, hingga cobalt juga terhampar di Tanah Air. Hal itu diungkap Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (electric vehicle/EV battery) Agus Tjahajana Wirakusumah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 1 Februari.
Berdasar pemetaan Badan Geologi, yang dikutip laman Kementerian ESDM, pada Juli 2020 Indonesia punya sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam di Indonesia mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Cadangan logam itu termasuk nikel, yang terhampar luas di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Tak mau menyia-nyiakan anugerah tersebut, Presiden Joko Widodo membuat Perpres no 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Komisaris utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Agus Tjahajana Wirakusumah menjelaskan, ada dua tim khusus yang dibentuk untuk memanifestasikan program percepatan mobil listrik. Pertama, tim yang khusus mengembangkan industri mobil listrik. Tim ini dipimpin Menteri Kordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Tim kedua adalah yang ia pimpin: tim percepatan proyek baterai kendaraan listrik.
"Soal Perpres 55 itu ada dua tim yang dibentuk presiden untuk memercepat jumlah kendaraan listrik. Kalau mobil itu dipimpin Pak Luhut. Jadi beda. Tim saya itu untuk baterainya saja," kata Agus.
Melihat potensi bahan baku baterai yang melimpah, Agus dan timnya berambisi untuk dapat memproduksi baterai mobil listrik dalam beberapa tahun ke depan. Nantinya baterai mobil listrik akan dibuat untuk memenuhi pasar mobil listrik lokal maupun ekspor.
"Mau dipakai lokal, bisa juga diekspor. Karena memang untuk membuat baterai kendaraan itu perlu jumlah yang besar," kata Agus.
Agus menjelaskan tim yang dibentuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir ini bakal lebih fokus memproduksi baterai untuk diekspor. "Pasar di kita kan belum banyak, jadi mau enggak mau harus ekspor," ujarnya.
Langkah awal tim Agus yang dikomandoi Erick adalah membuat konsorsium yang mengolaborasikan tiga perusahaan pelat merah. Ketiga perusahaan itu adalah PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Inalum sendiri.
"Langkah awal kita akan membuat konsorsium. Dari situ nanti kita akan bekerja sama dengan mitra investor," kata Agus.
Dari regulasinya, Agus mengatakan telah meminta bantuan pemerintah untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih aman. "Return-nya jadi lebih secure."
Masalah baterai
Pakar otomotif, Bebin Djuana menilai Indonesia bisa jadi negara hebat bila berhasil membangun pusat produksi baterai mobil listrik. "Seluruh dunia tergantung sama Indonesia. Prediksi saya Indonesia akan jadi tiga besarlah," kata Bebin.
Saat ini dunia memang sedang berlomba mengembangkan teknologi baterai sebagai komponen vital mobil listrik. Para pemain industri ini sedang mencari solusi untuk dua masalah utama mobil listrik: kapasitas baterai untuk jarak tempuh lebih jauh dan kecepatan pengecasan.
Bebin menjelaskan saat ini para insinyur tengah berusaha menaikkan rata-rata jarak tempuh motor listrik dari 100-200 kilometer menjadi 200 kilometer. "Tentunya dengan besaran aki yang memungkinkan untuk dibawa."
Dalam hal kecepatan mengisi daya, untuk mencapai 80 persen baterai paling cepat ada yang sampai 45 menit hingga 30 menit. "Untuk 100 persen tentu lebih panjang lagi. Itu yang sekarang sedang dikembangkan menjadi lebih cepat."
Belakangan ini salah satu teknologi yang santer terdengar untuk mengatasi kedua masalah tersebut adalah pemanfaatan superkapasitor. Salah satu yang tengah mengembangkan teknologi ini adalah perusahaan mobil sport, Lamborghini. Apa itu superkapasitor?
Superkapasitor
Superkapasitor adalah alat penyimpanan energi yang telah digunakan secara luas pada bidang elektronik dan transportasi, termasuk kendaraan listrik. Teguh Ariyanto dkk, dalam tulisan yang diterbitkan jurnal Reaktor Universitas Diponegoro menjelaskan superkapasitor punya kelebihan dibanding dengan alat penyimpanan energi lain semacam baterai.
Dari segi teknis, superkapasitor memiliki jumlah siklus yang relatif banyak (>100000 siklus). Artinya superkapasitor akan lebih awet ketika dilakukan pengecasan ulang. Selain itu superkapasitor juga memiliki kerapatan energi yang tinggi, kemampuan menyimpan energi yang besar, prinsip yang sederhana dan konstruksi yang mudah.
Lalu dari sisi keramahan terhadap pengguna, superkapasitor juga dapat meningkatkan keamanan. Sebab, tidak ada bahan korosif dan lebih sedikit bahan yang beracun.
Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana jika teknologi superkapasitor ini berhasil dikembangkan dan diproduksi massal, akankah mengancam singgasana Indonesia yang digadang-gadang akan merajai industri baterai listrik? Jawabannya tidak. Pengamat otomotif Bebin Djuana menjelaskan, superkapasitor tak dapat menggantikan peran baterai dalam mobil listrik. Superkapasitor, kata Bebin hanya pelengkap.
"Superkapasitor itu untuk melengkapi. Ini bukan untuk pengganti. Kalau sebagai pendukung, iya. Superkapasitor tidak bisa menggantikan baterai, gimana caranya coba?" tutur Bebin.
Superkapasitor, kata Bebin fungsi utamanya lebih kepada penyimpanan energi sementara. Sedangkan baterai adalah tempat penyimpanan yang jangka waktunya lebih panjang. Belum lagi, kata Bebin, teknologi ini hanya dibutuhkan mobil-mobil dengan kecepatan ekstrem saja.
"Superkapasitor itu biasanya bukan untuk mobil sehari-hari. Mobil-mobil seperti Lamborghini memang butuh superkapasitor. Tapi kalau mobil sehari-hari, termasuk kendaraan umum, seperti taksi, itu buat apaan pakai kapasitor mahal-mahal dipakai di situ," bebernya.
Bebin juga bilang, andaipun superkapasitor diproduksi secara masif, maka tak akan berpengaruh terhadap potensi Indonesia menjadi produsen utama baterai mobil listrik. Malah, apabila bahan baku untuk membuat superkapasitor ada di Indonesia, negara ini akan semakin berjaya.
"Seluruh dunia tergantung sama indonesia. Buktinya Tesla mau bikin pabrik baterai di Indonesia. Mereka mikir lebih efisien kalau baterai buatnya di Indonesia, karena bahannya ada di Indonesia," kata Bebin.
Masih menurut Teguh Ariyanto dkk dalam tulisan di jurnal Reaktor Universitas Diponegoro. Tulisan itu menjelaskan materi yang digunakan untuk membuat elektroda superkapasitor, salah satunya adalah karbon berpori. Dan material itu bisa dibuat dari bahan alam, yakni tempurung kelapa.
Bahkan berkat perkembangan teknologi, pada 2018, empat peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), seperti dikutip laman bpbd.or.id berhasil memanfaatkan limbah kelapa sawit untuk menciptakan superkapasitor khusus mobil listrik. Hal tersebut makin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen baterai listrik besar. Sebagaimana kita tahu, Indonesia adalah salah satu negara produsen sawit terbesar di dunia.
sumber : https://voi.id/jurnalisme-rasa/30925/potensi-indonesia-jadi-raja-baterai-mobil-listrik-dunia
Comments
Post a Comment
komen yuk....